Rabu, 22 Juni 2011

Ayam Ajaib

Pada jaman dulu ada dua orang petani tua. Mereka kakak beradik, dan tinggal bersama-sama. Tapi mereka tidak hidup akur. Mereka sering bertengkar. Sebabnya, petani yang tertua sangat kikir. 
Petani yang paling tua itu mempunyai seekor ayam betina. Sedang adiknya, seekor ayam jantan. Ayam yang betina selalu bertelur, dua kali sehari. Karena itu petani yang tua selalu bisa makan enak.
Tapi karena ia kikir, adiknya tak pernah dibagi sebutir pun. Akhirnya adik itu mendongkol. “Kak,” katanya pada suatu hari.
Ilustrasi: ayam
“Setiap hari kakak makan enak, dengan telur mata sapi. Ingin juga aku merasakannya sekali-sekali! Bolehkah aku minta satu saja?” 
“Kenapa tidak sekaligus minta ayam betinaku,” kata kakaknya yang kikir itu. “Kalau kau ingin makan telur, pukul saja ayammu. Pasti ia akan bertelur! Ayamku selalu kupukuli, dan lihat saja sendiri tiap hari aku diberinya dua butir!” 
Petani yang lebih muda, tidak begitu pintar. Tak terpikir olehnya, mana mungkin ayam jantan bertelur. Ia percaya saja omongan kakaknya.
Ditangkapnya ayam jantannya, lalu dipukul sambil berkata, “Nah, rasakan sekarang! Kalau kau tak mau bertelur juga, lebih baik pergi dari rumah ini. Aku tak mau capek-capek memberi umpan tanpa mendapat telur!”
Ayam jantan itu tak merasa bersalah. Karenanya begitu dilepaskan, dengan segera ayam itu lari dari rumah. Ia berkeliaran di jalanan.
Tiba-tiba dilihatnya sebuah dompet terletak di tepi jalan. Diperiksanya dan ternyata ada uang di dalamnya. Diambilnya dompet itu, lalu cepat-cepat lari.
Maksudnya hendak membawa uang itu untuk tuannya. Tapi belum sampai di rumah, ia berpapasan dengan sebuah kereta bagus yang ditarik dua ekor kuda yang gagah.
Dalam kereta itu duduk seorang kaya. Orang itu melihat dompet yang dibawa ayam jantan, lalu memerintahkan pada kusirnya.
“Coba kaulihat sebentar, apa isi dompet itu!” Kusir itu bergegas turun, lalu mengambil dompet dari paruh ayam jantan dan menyerahkannya pada majikannya.
 Orang yang kaya itu membukanya. Begitu melihat ada uang di dalamnya, langsung dompet itu dikantongi. Diperintahkannya pada kusir untuk melanjutkan perjalanan.
Tentu saja ayam jantan itu marah. Ia yang menemukan dompet, dan sekarang enak saja dikantongi si kaya itu. Dikejarnya kereta sambil tak henti-hentinya berkotek.
Kukuruyuk he, kukuruyuk, si kaya ini berhati busuk! Si kaya marah mendengarnya. Ketika mereka melewati sebuah sumur, diperintahkannya pada kusirnya. “Kusir! Tangkap ayam jantan itu, dan benamkan dalam sumur!” 
Kusir menuruti perintah majikannya. Ditangkapnya ayam jantan, lalu dibantingnya masuk sumur.
Ayam itu tidak bingung menghadapi bahaya besar itu. Diteguknya air sumur. Habis air di dalamnya.
Lalu ia terbang lagi ke luar, dan mengejar kereta si kaya sambil berkotek-kotek, Kukuruyuk- he, kukuruyuk, Si kaya ini berhati busuk! Si kaya bingung melihat ayam yang begitu aneh.
 Tapi kemudian ia tertawa sambil berkata, “Kau ini rupanya setan, ayam! Tapi tunggu saja, akan kubungkam mulutmu yang iseng itu!”
Sesampai di rumah, si kaya itu menyuruh juru masaknya menangkap ayam jantan itu. Setelah tertangkap, disuruhnya memasukkan ke dalam tungku yang sedang menyala-nyala apinya.
Juru masak mengikuti perintah majikannya, dan memasukkan ayam jantan itu ke dalam tungku. Ketika ayam jantan menghadapi bahaya yang baru itu, ia tak kehabisan akal.
Disemburkannya air sumur yang ditelannya tadi. Api padam, dan tungku menjadi dingin. Tidak cukup sebegitu saja, tapi air yang ditumpahkannya kembali dari perutnya bahkan membanjiri dapur.
Ilustrasi: wybeef
Juru masak mengamuk. Ia marah-marah pada majikannya. Tapi tentu saja dalam hati, karena kalau sampai terdengar si kaya pasti juru masak itu dikeluarkan. 
Ayam jantan mendobrak tungku, sehingga bisa keluar. Ia pun langsung menuju ke jendela kamar si kaya, lalu memukul-mukul kaca dengan paruhnya. Ia berkotek-kotek ribut.
Kukuruyuk – he, kukuruyuk, Si kaya ini berhati busuk! 
“Aduh, tak tahan aku mendengar ocehan binatang ini!” keluh si kaya. Dipanggilnya pembantunya. “Tangkap ayam itu, lalu lemparkan ke tengah kandang sapiku. Mudah-mudahan saja ada sapi jantan yang menanduknya!”
Pembantunya menangkap ayam jantan itu, lalu melemparkannya ke tengah-tengah kawanan sapi yang sedang merumput! Tapi yang terjadi kemudian, benar-benar luar biasa.
Bukannya ayam jantan itu yang ditanduk seekor sapi jantan, tapi ia yang menelan semua sapi yang ada di situ. Tak peduli jantan atau betina maupun anak sapi, semua habis ditelan!
Perutnya makin lama makin gendut, sehingga akhirnya sebesar gunung. Lalu ayam jantan itu kembali berdiri di depan jendela si kaya. Dilebarkannya sayap sehingga kamar si kaya menjadi gelap.
Setelah itu ia mulai berkotek-kotek lagi dengan suara menggelegar. Kukuruyuk – he, kukuruyuk, Si kaya ini berhati busuk!
 Orang kaya itu marah sekali. Ia bingung, tak tahu lagi hendak diapakannya ayam yang selalu mengganggu kesenangan itu.
Ia pun berpikir-pikir. Akhirnya ia mendapat akal. “Sebaiknya dia kukurung saja dalam kamar tempatku menyimpan uang. Mudah-mudahan begitu banyak uang ditelannya, sehingga tercekik dan mati!” begitu pikir si kaya yang jahat itu.
Dan gagasannya itu segera dilaksanakan olehnya. Ditangkapnya ayam jantan itu, lalu dikurungnya dalam kamar tempat menyimpan uang. Ayam jantan itu menelan uang yang ada di situ, sampai semua lemari kosong.
Lalu ia ke luar lagi, berdiri di depan jendela si kaya dan berkotek-kotek sekuat tenaga. Kukuruyuk – he, kukuruyuk, Si kaya ini berhati busuk! 
Ketika mendengar ayam jantan itu sudah berkotek-kotek di depan jendela kamarnya, si kaya merasa putus asa. Diambilnya dompet, lalu dilemparkannya ke luar.
Ayam jantan memungut dompet itu, lalu pergi ke kandang ayam. Semua ayam yang ada di kandang itu keluar mengikuti ayam jantan yang sudah menjadi besar sekali.
Kelihatannya seperti iring-iringan pengantin yang megah! Si kaya melihatnya pula. Ia marah sekali! Tapi akhirnya ia berkata sambil mengelus dada. “Biar habis seluruh hartanya! Pokoknya ayam setan itu pergi dari sini. Hah, lega hatiku sekarang!”
Ayam jantan itu terus berjalan dengan gagah, diikuti oleh ayam-ayam yang banyak itu. Ia berjalan terus, pulang ke rumah tuannya. Ketika sampai, begitu masuk pekarangan ia langsung berkokok dengan suara keras. KUKURUYUK!
Ketika petani yang lebih muda mendengar kokok ayam jantannya, ia pun segera lari ke luar rumah. Hatinya gembira karena ternyata ayamnya selamat.
Selama itu ia sedih dan menyesal, kenapa ayam jantan kesayangannya diusir. Biar pun tak bertelur, tapi bukankah setiap pagi selalu setia membangunkannya? 
Sesampai di luar, petani muda itu terkejut. Dilihatnya ayam jantan telah menjadi ayam raksasa! Bahkan gajah pun nampak kecil, jika berdiri di sampingnya.

Ilustrasi: blogspot
Dan di belakang ayam jantan itu menyusul ayam lain. Banyak sekali jumlahnya, hiruk pikuk berkotek-kotek. Petani yang muda hanya bisa berdiri dengan melongo.
“Pak, ambillah seperai dan bentangkan di pekarangan,” kata ayam jantan itu. Tuannya segera menuruti permintaannya. Diambilnya seperai yang sangat lebar, lalu dibentangkannya di atas rumput.
Ayam jantan itu berdiri di atasnya, lalu mengembangkan sayap. Tahu-tahu pekarangan rumah sudah penuh dengan ternak. Tapi di atas seperai bertebaran uang setumpuk.
Kelihatan berkilat-kilat ditimpa sinar matahari. Ketika petani yang muda melihat harta sebanyak itu, ia meloncat-loncat kegirangan. Dipeluk dan diciumnya ayam jantannya.
Sekonyong-konyong muncul kakaknya. Ketika melihat harta yang sebanyak itu, timbul perasaan iri dalam hatinya.
“Dik, banyak benar uangmu,” katanya dengan suara yang dimanis-maniskan. “Berilah aku sedikit!” Adiknya bukan pendendam.
Tapi ia tidak mau lagi hidup bersama abangnya yang kikir itu. Karenanya dibeli olehnya bagian dari tanah pertanian yang merupakan milik abangnya. Dan disuruhnya abangnya itu pindah dari situ. 
Sejak itu petani yang muda hidup dengan sentosa. Tapi ia baik hati, karena itu hartanya yang banyak tidak dinikmatinya sendiri.
Setiap orang yang memerlukan pertolongan, selalu dibantunya. Dan bagaimana dengan ayam jantan yang ajaib? Tubuhnya mengerut menjadi seperti biasa lagi, setelah semua harta yang diambilnya dari rumah si kaya licik keluar dari perutnya.
Ia sekarang hidup dengan enak. Kerjanya hanya makin tidur. Dan berkokok pada saat fajar menyingsing!
Diambil dari Bobo no.9/Tahun VII/1979